1. Konsep Dasar
Pembelajaran kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dikembangkan oleh Vygotsky
berdasarkan teori belajar konstruktivis. Hal ini terlihat pada hakikat
sosiokultural dari teori pembelajaran Vygotsky yakni bahwa fase mental yang
lebih tinggi pada umumnya muncul pada percakapan atau kerjasama antara individu
sebelum fungsi mental yang lebih tinggi terserap dalam individu tersebut.
Implikasinya Vygotsky menghendakinya suasana kelas berbentuk kooperatif.
Model pembelajaran
kooperatif juga didasarkan atas falsafah
homo homini socius, falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahluk sosial
(Lie, 2003:27). Sedangkan menurut Ibrahim (Tarmidzi:2008) model pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang membantu siswa mempelajari isi
akademik dan hubungan sosial. Ciri khusus pembelajaran kooperatif mencakup lima
unsur yang harus diterapkan, yang meliputi; saling ketergantungan positif,
tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota dan evaluasi
proses kelompok (Lie, 2003:30). Model pembelajaran kooperatif bukanlah hal yang
sama sekali baru bagi guru. Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
pembelajaran yang mengutamakan adanya kelompok-kelompok. Setiap siswa yang ada
dalam kelompok mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang
dan rendah) dan jika memungkinkan anggota kelompok berasal dari ras, budaya,
suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. Model pembelajaran
kooperatif mengutamakan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan untuk
menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.
Dari definisi di atas, dapat dijelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif itu berjalan berdasarkan elemen-elemen yang saling terkait
didalamnya, diantaranya adalah saling ketergantungan positif antar personal
yang dapat mencapai tujuan pembelajaran serta dapat menumbuhkan motivasi dalam
belajar, sehingga dapat menjalin kerjasama antar individu.
Anita Lie (2003) menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah
pembelajaran gotong royong, yaitu system pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tugas yang
terstruktur. Lebih jauh dikatakan, pembelajaran kooperatif hanya berjalan kalau
sudah terbentuk suatu kelompok atau suatu tim yang didalamnya siswa bekerja
secara terarah untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan. Pada hakikatnya
cooperative learning sama dengan kerja kelompok, dan banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang
aneh dalam cooperative learning, karena mereka beranggapan telah biasa
melakukan pembelajaran cooperative learning dalam belajar bentuk kelompok,
walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan cooperative
learning, seperti dijelaskan oleh Abdulhak (dalam Rusman, 2011:215) bahwa
pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui sharing antara peserta belajar, sehingga
dapat mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta belajar itu sendiri.
Dari pendapat di atas,
dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang didasari oleh adanya kerjasama yang menanamkan pemahaman komunikasi antar
individu. Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih
luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa
dan siswa dengan guru.
2. Karakteristik
Model Pembelajaran Kooperatif
Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif dapat
dijelaskan sebagai berikut (Rusman, 2011:220) :
a)
Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan.oleh
karena itu tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Setiap anggota tim
harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Fungsi manajemen
sebagai perencanaan menunjukan bahwa
pembelajaran kooperatif dilaksanakan sesuai dan melalui perencanaan, melalui
langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan. Misalnya tujuan apa yang
harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk
mencapai tujuan, dan lain sebagainya. Fungsi
manajemen sebagai organisasi, menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan dengan efektif. Fungsi manajemen sebagai pelaksanaan, menunjukan bahwa pembelajaran
kooperatif dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah
pembelajaran yang sudah ditentukan. Fungsi
manajemen adalah control, menunjukan bahwa dalam pembelajaran kooperatif
perlu ditentukan criteria keberhasilan baik melalui bentuk tes maupun non tes.
3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Menurut Roger dan Davin Johnson
(dalam Rusman, 2010:226) ada lima unsur prinsip dasar dalam pembelajaran
kooperatif, yaitu sebagai berikut:
a)
Prinsip ketergantungan
positif (positive interdependence), yaitu dalam
pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tegantung pada
usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok
ditentukan oleh kinerja oleh masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu,
semua anggota dalam kelompok akan marasakan saling ketergantungan.
b)
Tanggung jawab perseorangan
(individual accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari
masing-masing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok
mempunyai tugas dan tanggungjawab yang harus dikerjakan dalam kelompok
tersebut.
c)
Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction)
yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk
bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima
informasi dari anggota keompok lain.
d) Partisipasi dan komunikasi (participation
communication), yaitu melatih siswa
untuk dapat beripartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran
e)
Evaluasi proses kelompok,
yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok
dan hasil kerjasama mereka, agar selanjutnya bisa bekerjasama dengan lebih
efektif.
4. Prosedur
Pembelajaran kooperatif
Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada
prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu:
a) Penjelasan materi
Tahap ini merupakan tahap penyampaian pokok-pokok materi
pembelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini
adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran.
b) Belajar kelompok
Tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi,
siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya.
c) Penilaian
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang
dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan penilain
kemampuan individu sedangkan kelompok akan memberikan penilain peda kemampuan
kelompoknya. Sejalan dengan konsep di
atas Sanjaya (dalam Rusman,
2011:227). Mengemukakan bahwa hasil
akhir setiap siswa adalah penggabungan keduanya dan dibagi dua. Nilai setiap
kelompok memiliki nilai sama dalam kelompoknya. Hal ini disebabkan nilai
kelompok adalah nilai bersama dalam kelompoknya yang merupakan hasil kerja sama
setiap anggota kelompoknya.
d) Pengakuan tim
Pengakuan tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol
atau tim paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah,
dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi.
5. Model-Model
Pembelajaran Kooperatif
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa model yang dapat
digunakan dalam proses belajar mengajar di kelas (Lie,2003), yaitu:
1)
Model Mencari Pasangan (Make
A Match), yaitu model yang menggunakan teknik mencari pasangan sambil belajar
mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Teknik ini
bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia.
2)
Bertukar Pasangan. Model ini
memberi siswa kesempatan untuk bekerja sama dengan orang lain. Pasangan bisa
ditunjuk oleh guru, atau berdasarkan teknik mencari pasangan.
3) Think-Pare-Share. Model ini memberi siswa kesempatan untuk bekerja
sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Keunggulan dan teknik ini adalah
optimalisasi partisipasi siswa, yaitu memberi kesempatan delapan kali lebih
banyak kepada setiap kali siswa untuk dikenal dan menunjukan partisipasi mereka
kepada orang lain.
4)
Berkirim Salam dan Soal,
teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk melatih kemampuan keterampilan
mereka. Siswa membuat pertanyaan sendiri sehinga akan merasa terdorong untuk
belajar dan menjawab pertanyaan yang dibuat teman sekelasnya.
5)
Kepala Bernomor (Numbered
Heads), teknik ini dikembangkan Spencer kagan (1992). Teknik ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangkan
jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk
meningkatkan semangat kerja sama mereka.
6)
Kepala Bernomor Terstuktur,
teknik ini modifikasi dan teknik kepala bernomor yang dipakai Spencer Kagan.
Dengan teknik ini siswa bias belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya dan
saling keterkaitan dengan teman-teman kelompoknya.
7)
Dua Tinggal Dua Tamu (Two
Stay Two Stray), teknik ini dikembangkan Spencer Kagan (1992) dan bisa
digunakan dengan teknik kepala bernomor. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa
untuk membagikan hasil informasi dengan kelompok lain.
8)
Keliling Kelompok, dalam
teknik ini masing-masing anggota kelompok mendapatkan kesempatan untuk
memberikan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan mendengarkan
pandangan pemikiran orang lain.
9)
Kancing Gemerincing. Teknik
ini dikembangkan juga oleh Spicer Kagan (1992), dimana masing-masing anggota
kelompok mendapatkan kesempatan untuk memberikan kontribusi mereka dan
mendengarkan pandangan dan pemikiran orang lain.
10) Keliling Kelas, teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa
untuk memamerkan hasil kerja mereka dan melihat hasil kerja orang lain.
11) Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar
(Inside Outside-Circle), dikembangkan Spincer Kagan untuk memberikan kesempatan
kepada siswa agar saling berbagi informasi pada saat bersamaan.
12) Tari Bambu,
tehnik ini merupakan modifikasi lingkaran kecil-lingkaran besar, karena
keterbatasan ruang kelas.
13) Bercerita Berpasangan (paired story telling),
dikembangkan sebagai pendekatan interaktif antara siswa, pengajar, dan bahan ajar. Dalam teknik ini guru memperhatikan skemata atau latar belakang
pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata itu agar bahan
pelajaran menjadi lebih bermakna. Dalam kegiatan ini siswa dirangsang untuk
mengembangkan kemampuan berpikir dan berimajinasi sehingga siswa terdorong
untuk belajar. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana
gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
DAFTAR RUJUKAN
Lie,
Anita. (2003). Cooperative
Learning Mempraktikan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT Gramedia.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press
Tarmizi Ramadhan. (2008). Pembelajaran
Kooperatif “make a-match” . http:
//tarmizi. wordpress. .com/ 2008/ 12/ 03/ Pembelajaran-kooperatif-make
a-match/. (Diakses pada hari Rabu tanggal 21 Nopember 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar