Senin, 03 Juni 2013

PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL



Pembelajaran Kontekstual (CTL)
1.      Istilah dan Pengertian
Konsep dasar pendekatan kontekstual diperkenalkan pertama kali tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan bahwa kurikulum dan metodologi pembelajaran seharusnya erat berhubungan dengan minat dan pengalaman siswa. Proses belajar akan lebih efektif bila pengetahuan baru yang diberikan kepada siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang sudah dimiliki siswa sebelumnya
Lebih lanjut pengertian pendekatan kontekstual dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya Johnson yang mengatakan CTL is a holistic system. It consists of interrelated parts that, when interwoven, produced an effect that exceeds what any single part could achieve (Johnson, 2002 : 24). Sementara itu Nurhadi (2002:5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuan. CTL adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan sistem konteks, pembelajaran dapat mendorong siswa menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
Secara singkat dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran CTL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berupaya mendorong siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan pada kehidupan sehari-hari. Bagi guru, CTL adalah konsep belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengelaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana materi tersebut digunakan, serta berhubungan  dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/ siswa belajar.

2.      Landasan Filosofis CTL
Landasan filosofi CTL adalah pandangan kontruktivisme, yaitu filosofi belajar  yang menekankan bahwa belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Pandangan ini berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas John Dewey pada awal abad ke-20 yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan pengalaman siswa. Anak akan belajar belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.

3.      Tujuan CTL
Sebagai sebuah pendekatan pembelajaran, CTL memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a)      Memotivasi siswa untuk memahami makna materi  pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan kepermasalahan lainya.
b)      Mengarahkan siswa agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi lebih dari itu harus memahaminya dengan baik.
c)      Mengembangkan minat siswa untuk menggali muatan ilmu pengetahuan yang terkandung dalam pengalamannya sehari-hari.
d)     Melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya sendiri dan orang lain
e)      Menjadikan pembelajaran lebih produktif dan bermakna
f)       Melatih siswa mengaitkan materi akademik dengan konteks kehidupan sehari-hari
g)      Membentuk kemampuan siswa untuk secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi, dan menjadikan informasi itu miliknya sendiri.

4.      Karakteristik CTL
Karakter dari CTL adalah:
1)      Kerja sama
2)      Saling menunjang
3)      Menyenangkan; mengasyikan
4)      Tidak membosankan
5)      Belajar dengan bergairah
6)      Pembelajaran terintegrasi
7)      Menggunakan berbagai sumber yang membuat siswa aktif

5.      Komponen-Komponen CTL
Pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism), inkuiri (inquiri), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling),   refleksi (reflection), penilaian (authentic assessment) (Kunandar,2007: 296-297)
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Constructivism merupakan landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas dalam konteks yang terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi makna melalui pengalaman yang nyata. Ciri khas paradigma pembelajaran konstruktivisme adalah keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses upaya belajar sesuai dengan kemampuan, pengetahuan awal, dan gaya belajar tiap-tiap siswa dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa apabila mereka mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Jadi, yang ditekankan dalam paradigma pembelajaran constructivistic adalah tingginya motivasi belajar siswa berdasarkan kesadaran akan pentingnya penguasaan pengetahuan yang sedang dipelajari, keaktifan dan keterlibatannya dalam merancang, melaksanakan, mengevaluasi kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang telah dimiliki serta disesuaikan dengan gaya belajar tiap-tiap siswa. Apabila paradigma konstruktivisme dipakai dalam proses pembelajaran, tujuan pembelajaran juga berubah dari orientasi hasil yang berupa penghafalan informasi faktual dan transfer informasi oleh guru ke siswa ke orientasi proses yang menekankan pengembangan keterampilan belajar, meniru gaya ilmuwan yang meliputi pengamatan, pengajuan pertanyaan kritis, pengajuan hipotesis, pengumpulan data untuk menguji hopotesis, trial and error, eksperimen, dan penarikan kesimpulan.
Menurut pandangan konstruktivis, strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan dibandingkan dengan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingatpengetahuan. Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (1) menjadikan pengetahuan lebih bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam kegiatan belajarnya.
2) Menemukan (Inquiry)
Inquiry merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pembelajaran yang menggunakan inquiry menciptakan situasi yang memberikan kesempatan kepada siswa sebagai ilmuwan sehingga mereka betul-betul belajar. Siswa harus mampu mengamati dan mempertanyakan sebuah fenomena, mereka mencoba menjelaskan fenomena yang diamati, menguji kebenaran penjelasan mereka, kemudian menarik kesimpulan.
Kegiatan inquiry diawali dengan pengamatan, dilanjutkan dengan pertanyaan, baik oleh guru maupun oleh siswa. Berdasarkan pertanyaan yang muncul, siswa merumuskan semacam dugaan dan hipotesis. Untuk mengetahui apakah dugaan mereka benar, siswa mengumpulkan data yang akhirnya menyimpulkan hasilnya. Jika hasil kesimpulan belum memuaskan, mereka kembali ke siklus semula, mulai dari pengetahuan dan seterusnya. Inquiry memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar memahami cara berpikir siswa mereka. Dengan pengetahuan yang mereka miliki, guru dapat menciptakan situasi pembelajaran yang sesuai dan mempermudah siswa memperoleh ilmu pengetahuan yang sudah ditargetkan dalam kurikulum.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti pendekatan kontekstual adalah menemukan (inquiry). Siswa diberikan kesempatan menjadi ilmuwan dengan melakukan kegiatan awal dalam pengamatan, pertanyaan, dugaan atau hipotesis, pengumpulan data, dan penyimpulan. Selain itu, dalam inquiry digunakan dan dikembangkan keterampilan berpikir kritis.
3) Bertanya (Questioning)
Questioning merupakan strategi utama pembelajaran berbasis CTL. Dalam implementasi CTL, pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain bahwa tugas guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari dalam kehidupan nyata. Pada pendekatan CTL, baik guru maupun siswa harus mengajukan pertanyaan. Selain untuk mengggali informasi faktual dari siswa, guru juga bertanya untuk mendorong, membimbing, dan menilai mereka.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru diarahkan untuk:
(1) Mengetahui apa yang telah diketahui siswa;
(2) Membangkitkan rasa ingin tahu;
(3) Memusatkan perhatian siswa pada suatu objek pembelajaran;
(4) Merangsang respons siswa;
(5) Memicu pertanyaan-pertanyaan selanjutnya;
(6) Menyegarkan kembali apa yang telah dipelajari; dan
(7) Mengetahui apakah siswa sudah memahami materi yang disajikan.
4) Masyarakat Belajar (Learning Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Pembelajaran dalam learning community diperoleh dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman atau (sharing). Melalui sharing anak membiasakan untuk saling memberi dan menerima. Manusia diciptakan sebagai makhluk individu  sekaligus sebagai makhluk sosial hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseoarang bekerja sendiri untuk mencapai tujuan yang diharapkam, namun disisi lain tidak bisa melepaskan dari ketergantungan dengan pihak lain. Learning community merupakan implementasi dari cooperative learning. Sebagai salah satu inovasi pendidikan yang terbukti sangat bermanfaat dalam memaksimalkan hasil belajar, learning community dapat berupa kegiatan-kegiatan berkelompok, melibatkan siswa bekerja bersama pada suatu tim demi mencapai tujuan tertentu.
Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang mengajar siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa dan tidak ada arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam contoh ini, yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang unity adalah sekelompok orang yang terlibat dalam kegiatan belajar yang menganggap paling tahu, dan semua pihak saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, setiap orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.
5) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah - langkah cara menggunakn neraca harus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas tertentu. Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli bidangnya,  misalnya mendatangkan seseorang perawat untuk memodelkan cara menggunakan thermometer untuk mengukur suhu badan pasiennya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang hal yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang hal-hal yang sudah dikatakan pada masa yang lalu. Siswa memahami, menghadapi, menghayati, dan mengendapkan hal yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang merupakan pengayaan dan revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respons terhadap kejadian, kegiatan, atau pengetahuan baru yang diterima. Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari dalam sebuah proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas dalam konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang hal yang baru dipelajarinya.Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap di benak siswa. Siswa Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran, guru perlu menyisakan waktu sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa: (1) pernyataan langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh; (2) catatan di buku siswa; (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran; (4) diskusi; dan (5) hasil karya siswa.
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)
Penilaian adalah proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar (Diknas, 2000: 19). Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segera mengambil tindakan yang tepat agar mereka terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan diperlukan di sepanjang proses pembelajaran, assessment tidak dilakukan pada akhir periode (cawu/semester), tetapi hal itu dilakukan bersama secara terintegrasi dengan kegiatan pembelajaran.
Data yang dikumpulkan dalam kegiatan penilaian (assessment) tidak untuk
mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), tidak ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran. Pendekatan kontekstual menuntut guru melakukan penilaian secara seimbang antara proses dan produk. Authentic assessment digunakan untuk mendeskripsikan bentuk bentuk penilaian yang dapat menggambarkan hasil pembelajaran siswa, motivasi, dan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Penilaian otentik ini mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu: (1) melibatkan pengalaman dunia nyata; (2) memanfaatkan sumber daya manusia dan peralatan yang ada; (3) terbuka peluang untuk mendapatkan informasi; (4) menyibukkan siswa dengan hal-hal yang relevan; (5) ada usaha dan latihan; (6) memasukkan penilaian dari (self-assessment) dan refleksi; (7) mengidentifikasi kelebihan/ kekuatan siswa; (8) kriteria penilaian menjadi lebih jelas; (9) jawaban yang konstruktif; (10) siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi; (11) tugas-tugas bermakna dan penuh tantangan; (12) pengetahuan, dan keterampilan lainnya; (13) menuntut adanya kerja sama kolaborasi; dan (14) berfokus pada tujuan.

6.      Strategi Pembelajaran CTL
Beberapa strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual antara lain :
a)      Pembelajaran berbasis masalah.
      Dengan memunculkan problem yang dihadapi bersama, siswa ditantang untuk berfikir kritis untuk memecahkan masalah.
b)     Menggunakan konteks yang beragam.
      Dalam CTL guru membermaknakan beragam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa menjadi berkualitas.
c)      Mempertimbangkan kebhinekaan siswa.
      Guru mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan sosial seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar  saling menghormati dan toleransi untuk mewujudkan ketrampilan interpersonal.
d)     Memberdayakan siswa untuk belajar sendiri.
      Pendidikan formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk belajar mandiri dikemudian hari.
e)      Belajar melalui kolaborasi
      Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
f)       Menggunakan penilaian autentik
      Penilaian autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimilikinya
g)      Mengejar standar tinggi
      Setiap sekolah seyogianya menentukan kompetensi kelulusan yang meningkat  dari waktu kewaktu, dan hendaknya melakukan Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri
Center for Occupational Research and Development (CORD) menggambarkan penerapan strategi pembelajaran konstektual sebagai berikut:
·         Relating
      Belajar dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka kerja yang dirancang guru  untuk membantu peserta didik agar yang dipelajarinya bermakna.

·         Experiencing
      Belajar adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang dipelajarinya.
·         Applying
      Belajar menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam konteks dan pemanfaatanya.
·         Cooperative
      Belajar merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan kelompok, komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.
·         Transfering
      Belajar menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.

7.      Skenario  penerapan CTL
Pada intinya, pengembangan setiap komponen CTL dalam pembelajaran di kelas dapat diakukan sebagai berikut (Rusman,2011;99-100):
1)      Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan kegiatan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengonstruksi sendiri pengetahuan  dan keterampilan barunya.
2)      Melaksanakan sejauh mungkin untuk kegiatan inkuiri untuk semua topik
3)      Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui bertanya
4)      Menciptakan masyarakat belajar melalui belajar dalam kelompok, diskusi, dan tanya jawab.
5)      Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6)      Membiasakan anak melakukan refleksi dari setiap kegiatan pembelajaran yang telah dijalankan.
7)      Melakukan penilaian secara obyektif

8.      Keuntungan Dan Kelemahan CTL
1)      Kentungan
a)      Memberikan kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b)      Siswa dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
c)      Menyadarkan siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d)     Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e)      Pembelajaran lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f)       Membantu siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g)      Terbentuk sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
2)      Kelemahan
a)      Pemilihan informasi atau materi  di kelas didasarkan pada kebutuhan  siswa,  padahal dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
b)      Tidak efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
c)      Dalam proses pembelajaran dengan model CTL akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi siswa yang kemampuannya kurang.
d)     Bagi siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan mengalami kesulitan.
e)      Tidak setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki dengan penggunaan model CTL ini.
f)       Siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih mengembangkan keterampilan dan kemampuan soft skill daripada kemampuan intelektualnya.
g)     Pengetahuan yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h)     Peran guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan

Daftar Referensi


Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teachingand Learning: what it is and why it’s here to stay. California: Corwin Press, Inc.
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07110127-siti-nurul-chasanah.ps http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07110127-siti-nurul-chasanah.ps (Diakses pada hari kamis tanggal 29 Nopember 2012).
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press

Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning(CTL). Jakarta: Ditjen Dikdasmen,Depdiknas
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press

1 komentar:

  1. Casino Site | Lucky Club Lucky Club
    Welcome to Lucky Club Lucky Club. Lucky Club Lucky Club is a new and exciting place you luckyclub can join and win real money. We have an enormous selection of games and we

    BalasHapus