Pembelajaran
Kontekstual (CTL)
1. Istilah dan Pengertian
Konsep dasar pendekatan kontekstual
diperkenalkan pertama kali tahun 1916 oleh John Dewey, yang mengetengahkan
bahwa kurikulum dan metodologi pembelajaran seharusnya erat berhubungan dengan
minat dan pengalaman siswa. Proses belajar akan lebih efektif bila pengetahuan
baru yang diberikan kepada siswa berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang
sudah dimiliki siswa sebelumnya
Lebih lanjut pengertian pendekatan
kontekstual dikemukakan oleh beberapa ahli, diantaranya Johnson yang mengatakan
CTL is a holistic system. It consists of
interrelated parts that, when interwoven, produced an effect that exceeds what
any single part could achieve (Johnson, 2002 : 24). Sementara itu Nurhadi
(2002:5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan CTL adalah konsep belajar yang
membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya
dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan
tujuan. CTL adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa
belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan sistem konteks, pembelajaran
dapat mendorong siswa menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan
diri dan menyelesaikan persoalan dalam kehidupan sehari-hari.
Secara singkat dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran CTL adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang berupaya mendorong siswa dapat mengaplikasikan pengetahuan
pada kehidupan sehari-hari. Bagi guru, CTL adalah konsep
belajar yang membantu guru mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan
situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan
sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui dan menunjukan kondisi
alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar kelas, suatu
pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengelaman lebih relevan dan
berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam
pembelajaran seumur hidup. Pembelajaran kontekstual menyajikan suatu konsep
yang mengaitkan materi pelajaran yang dipelajari siswa dengan konteks dimana
materi tersebut digunakan, serta berhubungan
dengan bagaimana seseorang belajar atau gaya/ siswa belajar.
2.
Landasan
Filosofis CTL
Landasan
filosofi CTL adalah pandangan kontruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa belajar tidak hanya
sekedar menghafal. Siswa harus mengkontruksi pengetahuan di benak mereka
sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan menjadi fakta atau proposisi yang
terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan. Pandangan ini
berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas John Dewey pada awal abad ke-20
yaitu sebuah filosofi belajar yang menekankan pada pengembangan minat dan
pengalaman siswa. Anak akan belajar belajar lebih baik jika lingkungan
diciptakan alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang
dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya.
3.
Tujuan CTL
Sebagai sebuah pendekatan
pembelajaran, CTL memiliki beberapa tujuan, yaitu:
a) Memotivasi
siswa untuk memahami makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan
konteks kehidupan mereka sehari-hari sehingga siswa memiliki pengetahuan atu
ketrampilan yang secara refleksi dapat diterapkan dari permasalahan
kepermasalahan lainya.
b) Mengarahkan
siswa agar dalam belajar itu tidak hanya sekedar menghafal tetapi lebih dari
itu harus memahaminya dengan baik.
c)
Mengembangkan minat siswa untuk menggali muatan ilmu
pengetahuan yang terkandung dalam pengalamannya
sehari-hari.
d)
Melatih siswa agar dapat berfikir kritis dan terampil dalam memproses
pengetahuan agar dapat menemukan dan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi
dirinya sendiri dan orang lain
e)
Menjadikan pembelajaran lebih produktif dan bermakna
f)
Melatih
siswa mengaitkan materi akademik
dengan konteks kehidupan sehari-hari
g)
Membentuk kemampuan siswa untuk secara individu dapat menemukan dan mentrasfer informasi-informasi,
dan menjadikan informasi itu
miliknya sendiri.
4.
Karakteristik
CTL
Karakter dari CTL adalah:
1) Kerja sama
2) Saling menunjang
3) Menyenangkan; mengasyikan
4) Tidak membosankan
5) Belajar dengan bergairah
6) Pembelajaran terintegrasi
7) Menggunakan berbagai sumber yang membuat siswa aktif
5.
Komponen-Komponen
CTL
Pendekatan CTL
memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (contructivism), inkuiri (inquiri), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), penilaian (authentic
assessment) (Kunandar,2007: 296-297)
1) Konstruktivisme (Constructivism)
Constructivism merupakan
landasan berpikir pendekatan CTL, yaitu pengetahuan dibangun oleh
manusia sedikit demi sedikit yang hasilnya diperluas dalam konteks yang
terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu memberi
makna melalui pengalaman yang nyata. Ciri khas paradigma pembelajaran
konstruktivisme adalah keaktifan dan keterlibatan siswa dalam proses upaya
belajar sesuai dengan kemampuan, pengetahuan awal, dan gaya belajar tiap-tiap
siswa dengan bantuan guru sebagai fasilitator yang membantu siswa apabila
mereka mengalami kesulitan dalam upaya belajarnya. Jadi, yang ditekankan dalam
paradigma pembelajaran constructivistic adalah tingginya motivasi belajar
siswa berdasarkan kesadaran akan pentingnya penguasaan pengetahuan yang sedang
dipelajari, keaktifan dan keterlibatannya dalam merancang, melaksanakan,
mengevaluasi kegiatan belajar sesuai dengan kemampuan dan pengetahuan yang
telah dimiliki serta disesuaikan dengan gaya belajar tiap-tiap siswa. Apabila
paradigma konstruktivisme dipakai dalam proses pembelajaran, tujuan
pembelajaran juga berubah dari orientasi hasil yang berupa penghafalan
informasi faktual dan transfer informasi oleh guru ke siswa ke orientasi proses
yang menekankan pengembangan keterampilan belajar, meniru gaya ilmuwan yang
meliputi pengamatan, pengajuan pertanyaan kritis, pengajuan hipotesis,
pengumpulan data untuk menguji hopotesis, trial and error, eksperimen,
dan penarikan kesimpulan.
Menurut
pandangan konstruktivis, strategi memperoleh pengetahuan lebih diutamakan
dibandingkan dengan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingatpengetahuan.
Untuk itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (1) menjadikan
pengetahuan lebih bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan
kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan
siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam kegiatan belajarnya.
2) Menemukan (Inquiry)
Inquiry merupakan
bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis CTL. Pembelajaran yang
menggunakan inquiry menciptakan situasi yang memberikan kesempatan
kepada siswa sebagai ilmuwan sehingga mereka betul-betul belajar. Siswa harus
mampu mengamati dan mempertanyakan sebuah fenomena, mereka mencoba menjelaskan
fenomena yang diamati, menguji kebenaran penjelasan mereka, kemudian menarik
kesimpulan.
Kegiatan inquiry
diawali dengan pengamatan, dilanjutkan dengan pertanyaan, baik oleh guru
maupun oleh siswa. Berdasarkan pertanyaan yang muncul, siswa merumuskan semacam
dugaan dan hipotesis. Untuk mengetahui apakah dugaan mereka benar, siswa
mengumpulkan data yang akhirnya menyimpulkan hasilnya. Jika hasil kesimpulan
belum memuaskan, mereka kembali ke siklus semula, mulai dari pengetahuan dan
seterusnya. Inquiry memberikan kesempatan kepada guru untuk belajar memahami
cara berpikir siswa mereka. Dengan pengetahuan yang mereka miliki, guru dapat
menciptakan situasi pembelajaran yang sesuai dan mempermudah siswa memperoleh
ilmu pengetahuan yang sudah ditargetkan dalam kurikulum.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa inti pendekatan kontekstual adalah
menemukan (inquiry). Siswa diberikan kesempatan menjadi ilmuwan dengan
melakukan kegiatan awal dalam pengamatan, pertanyaan, dugaan atau hipotesis, pengumpulan
data, dan penyimpulan. Selain itu, dalam inquiry digunakan dan dikembangkan
keterampilan berpikir kritis.
3) Bertanya (Questioning)
Questioning merupakan
strategi utama pembelajaran berbasis CTL. Dalam implementasi CTL,
pertanyaan yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat atau
pendekatan untuk menggali informasi atau sumber belajar yang ada kaitannya
dengan kehidupan nyata. Dengan kata lain bahwa tugas guru adalah membimbing
siswa melalui pertanyaan yang diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan
antara konsep yang dipelajari dalam kehidupan nyata. Pada pendekatan CTL,
baik guru maupun siswa harus mengajukan pertanyaan. Selain untuk mengggali
informasi faktual dari siswa, guru juga bertanya untuk mendorong, membimbing,
dan menilai mereka.Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh guru diarahkan
untuk:
(1) Mengetahui apa
yang telah diketahui siswa;
(2) Membangkitkan
rasa ingin tahu;
(3) Memusatkan perhatian
siswa pada suatu objek pembelajaran;
(4) Merangsang respons
siswa;
(5) Memicu pertanyaan-pertanyaan
selanjutnya;
(6) Menyegarkan kembali
apa yang telah dipelajari; dan
(7) Mengetahui apakah
siswa sudah memahami materi yang disajikan.
4) Masyarakat Belajar (Learning
Community)
Maksud dari masyarakat belajar adalah membiasakan siswa untuk melakukan
kerja sama dan memanfaatkan sumber belajar dari teman-teman belajarnya. Pembelajaran
dalam learning community diperoleh
dari kerja sama dengan orang lain melalui berbagai pengalaman atau (sharing). Melalui sharing anak
membiasakan untuk saling memberi dan menerima. Manusia diciptakan sebagai
makhluk individu sekaligus sebagai
makhluk sosial hal ini berimplikasi pada ada saatnya seseoarang bekerja sendiri
untuk mencapai tujuan yang diharapkam, namun disisi lain tidak bisa melepaskan
dari ketergantungan dengan pihak lain. Learning community merupakan
implementasi dari cooperative learning. Sebagai salah satu inovasi
pendidikan yang terbukti sangat bermanfaat dalam memaksimalkan hasil belajar, learning
community dapat berupa kegiatan-kegiatan berkelompok, melibatkan siswa
bekerja bersama pada suatu tim demi mencapai tujuan tertentu.
Masyarakat
belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Seorang guru yang
mengajar siswanya bukan contoh masyarakat belajar karena komunikasi hanya terjadi
satu arah, yaitu informasi hanya datang dari guru ke arah siswa dan tidak ada
arus informasi yang perlu dipelajari guru yang datang dari arah siswa. Dalam
contoh ini, yang belajar hanya siswa bukan guru. Dalam masyarakat belajar, dua
kelompok (atau lebih) yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling
belajar. Seseorang yang terlibat dalam kegiatan masyarakat belajar memberi
informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan sekaligus juga meminta
informasi yang diperlukan dari teman belajarnya. Kegiatan saling belajar ini
bisa terjadi apabila tidak ada pihak dominan dalam komunikasi, tidak ada pihak
yang merasa segan untuk bertanya, tidak ada pihak yang unity adalah
sekelompok orang yang terlibat dalam kegiatan belajar yang menganggap paling
tahu, dan semua pihak saling mendengarkan. Setiap pihak harus merasa bahwa
setiap orang memiliki pengetahuan, pengalaman, atau keterampilan yang berbeda
yang perlu dipelajari. Kalau setiap orang mau belajar dari orang lain, setiap
orang akan kaya dengan pengetahuan dan pengalaman.
5) Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah
pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang dapat
ditiru oleh siswanya, misalnya guru memodelkan langkah - langkah cara
menggunakn neraca harus dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas
tertentu. Model dapat juga didatangkan dari luar yang ahli bidangnya, misalnya mendatangkan seseorang perawat untuk
memodelkan cara menggunakan thermometer untuk mengukur suhu badan pasiennya.
6) Refleksi (Reflection)
Refleksi merupakan cara berpikir tentang hal yang
baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang hal-hal yang sudah dikatakan
pada masa yang lalu. Siswa memahami, menghadapi, menghayati, dan mengendapkan
hal yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru yang
merupakan pengayaan dan revisi dari pengetahuan sebelumnya.
Refleksi merupakan respons terhadap kejadian,
kegiatan, atau pengetahuan baru yang diterima. Pengetahuan yang bermakna
diperoleh dari dalam sebuah proses. Pengetahuan yang dimiliki siswa diperluas
dalam konteks pembelajaran, yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru
atau orang dewasa membantu siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan
yang dimiliki sebelumnya dengan pengetahuan yang baru. Dengan demikian, siswa
merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya tentang hal yang baru
dipelajarinya.Kunci dari semua itu adalah bagaimana pengetahuan itu mengendap
di benak siswa. Siswa Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana
merasakan ide-ide baru. Pada akhir pembelajaran, guru perlu menyisakan waktu
sejenak agar siswa melakukan refleksi. Realisasinya berupa: (1) pernyataan
langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang diperoleh; (2) catatan di buku
siswa; (3) kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran; (4) diskusi; dan (5)
hasil karya siswa.
7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic
Assessment)
Penilaian adalah
proses pengumpulan berbagai data yang dapat memberikan gambaran perkembangan
belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru
agar dapat memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar
(Diknas, 2000: 19). Apabila data yang dikumpulkan guru mengidentifikasi bahwa
siswa mengalami kemacetan dalam belajar, guru segera mengambil tindakan yang tepat
agar mereka terbebas dari kemacetan belajar. Karena gambaran tentang kemajuan diperlukan
di sepanjang proses pembelajaran, assessment tidak dilakukan pada akhir periode
(cawu/semester), tetapi hal itu dilakukan bersama secara terintegrasi dengan kegiatan
pembelajaran.
Data yang
dikumpulkan dalam kegiatan penilaian (assessment) tidak untuk
mencari informasi tentang belajar siswa.
Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa
agar mampu mempelajari (learning how to learn), tidak ditekankan pada
diperolehnya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran.
Pendekatan kontekstual menuntut guru melakukan penilaian secara seimbang antara
proses dan produk. Authentic assessment digunakan untuk mendeskripsikan
bentuk bentuk penilaian yang dapat menggambarkan hasil pembelajaran siswa,
motivasi, dan kegiatan pembelajaran di dalam kelas.
Penilaian
otentik ini mempunyai ciri-ciri tersendiri, yaitu: (1) melibatkan pengalaman
dunia nyata; (2) memanfaatkan sumber daya manusia dan peralatan yang ada; (3)
terbuka peluang untuk mendapatkan informasi; (4) menyibukkan siswa dengan
hal-hal yang relevan; (5) ada usaha dan latihan; (6) memasukkan penilaian dari
(self-assessment) dan refleksi; (7) mengidentifikasi kelebihan/ kekuatan
siswa; (8) kriteria penilaian menjadi lebih jelas; (9) jawaban yang konstruktif;
(10) siswa berpikir pada tingkat yang lebih tinggi; (11) tugas-tugas bermakna dan
penuh tantangan; (12) pengetahuan, dan keterampilan lainnya; (13) menuntut
adanya kerja sama kolaborasi; dan (14) berfokus pada tujuan.
6.
Strategi
Pembelajaran CTL
Beberapa
strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan oleh guru secara konstektual
antara lain :
a) Pembelajaran berbasis masalah.
Dengan
memunculkan problem yang dihadapi bersama, siswa ditantang untuk berfikir
kritis untuk memecahkan masalah.
b)
Menggunakan
konteks yang beragam.
Dalam
CTL guru membermaknakan beragam konteks sehingga makna yang diperoleh siswa
menjadi berkualitas.
c)
Mempertimbangkan
kebhinekaan siswa.
Guru
mengayomi individu dan menyakini bahwa perbedaan individual dan sosial
seyogianya dibermaknakan menjadi mesin penggerak untuk belajar saling menghormati dan toleransi untuk
mewujudkan ketrampilan interpersonal.
d)
Memberdayakan
siswa untuk belajar sendiri.
Pendidikan
formal merupakan kawah candradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar
untuk belajar mandiri dikemudian hari.
e)
Belajar
melalui kolaborasi
Dalam
setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol dibandingkan dengan koleganya
dan sisiwa ini dapat dijadikan sebagai fasilitator dalam kelompoknya
f)
Menggunakan
penilaian autentik
Penilaian
autentik menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung secara terpadu dan
konstektual dan memberi kesempatan pada siswa untuk dapat maju terus sesuai
dengan potensi yang dimilikinya
g) Mengejar standar tinggi
Setiap
sekolah seyogianya menentukan kompetensi kelulusan yang meningkat dari waktu kewaktu, dan hendaknya melakukan
Benchmarking dengan melukan study banding keberbagai sekolah dan luar negeri
Center for Occupational Research
and Development (CORD) menggambarkan penerapan strategi
pembelajaran konstektual sebagai berikut:
·
Relating
Belajar
dikatakan dengan konteks dengan pengalaman nyata, konteks merupakan kerangka
kerja yang dirancang guru untuk membantu
peserta didik agar yang dipelajarinya bermakna.
·
Experiencing
Belajar
adalah kegiatan “mengalami “peserta didik diproses secara aktif dengan hal yang
dipelajarinya dan berupaya melakukan eksplorasi terhadap hal yang
dikaji,berusaha menemukan dan menciptakan hal yang baru dari apa yang
dipelajarinya.
·
Applying
Belajar
menekankan pada proses mendemonstrasikan pengetahuan yang dimiliki dengan dalam
konteks dan pemanfaatanya.
·
Cooperative
Belajar
merupakan proses kolaboratif dan kooperatif melalui kegiatan kelompok,
komunikasi interpersonal atau hubunngan intersubjektif.
·
Transfering
Belajar
menenkankan pada terwujudnya kemampuan memanfaatkan pengetahuan dalam situasi
atau konteks baru.
7.
Skenario penerapan CTL
Pada intinya, pengembangan
setiap komponen CTL dalam pembelajaran di kelas dapat diakukan sebagai berikut
(Rusman,2011;99-100):
1) Mengembangkan pemikiran siswa untuk melakukan
kegiatan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, dan mengonstruksi
sendiri pengetahuan dan keterampilan
barunya.
2) Melaksanakan sejauh mungkin untuk kegiatan inkuiri
untuk semua topik
3) Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui
bertanya
4) Menciptakan masyarakat belajar melalui belajar dalam
kelompok, diskusi, dan tanya jawab.
5) Hadirkan model sebagai contoh pembelajaran
6) Membiasakan anak melakukan refleksi dari setiap
kegiatan pembelajaran yang telah dijalankan.
7) Melakukan penilaian secara obyektif
8.
Keuntungan
Dan Kelemahan CTL
1)
Kentungan
a)
Memberikan
kesempatan pada sisiwa untuk dapat maju terus sesuai dengan potensi yang
dimiliki sisiwa sehingga sisiwa terlibat aktif dalam PBM.
b)
Siswa
dapat berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu
dan memecahkan masalah dan guru dapat lebih kreatif
c)
Menyadarkan
siswa tentang apa yang mereka pelajari.
d)
Pemilihan
informasi berdasarkan kebutuhan siswa tidak ditentukan oleh guru.
e)
Pembelajaran
lebih menyenangkan dan tidak membosankan.
f)
Membantu
siwa bekerja dengan efektif dalam kelompok.
g) Terbentuk
sikap kerja sama yang baik antar individu maupun kelompok.
2)
Kelemahan
a)
Pemilihan informasi atau materi di
kelas didasarkan pada kebutuhan siswa, padahal
dalam kelas itu tingkat kemampuan siswanya berbeda-beda sehingga guru akan kesulitan dalam menetukan materi pelajaran
karena tingkat pencapaianya siswa tadi tidak sama.
b)
Tidak
efisien karena membutuhkan waktu yang agak lama dalam PBM.
c)
Dalam
proses pembelajaran dengan model CTL
akan nampak jelas antara siswa yang memiliki kemampuan tinggi dan siswa yang
memiliki kemampuan kurang, yang kemudian menimbulkan rasa tidak percaya diri
bagi siswa yang kemampuannya kurang.
d)
Bagi
siswa yang tertinggal dalam proses pembelajaran dengan CTL ini akan terus tertinggal dan sulit untuk mengejar
ketertinggalan, karena dalam model pembelajaran ini kesuksesan siswa tergantung
dari keaktifan dan usaha sendiri jadi siswa yang dengan baik mengikuti setiap
pembelajaran dengan model ini tidak akan menunggu teman yang tertinggal dan
mengalami kesulitan.
e)
Tidak
setiap siswa dapat dengan mudah menyesuaikan diri dan mengembangkan kemampuan
yang dimiliki dengan penggunaan model CTL
ini.
f)
Siswa yang memiliki kemampuan intelektual tinggi namun sulit untuk
mengapresiasikannya dalam bentuk lisan akan mengalami kesulitan sebab CTL ini lebih
mengembangkan keterampilan dan kemampuan soft skill daripada
kemampuan intelektualnya.
g)
Pengetahuan
yang didapat oleh setiap siswa akan berbeda-beda dan tidak merata.
h)
Peran
guru tidak nampak terlalu penting lagi karena dalam CTL ini peran guru
hanya sebagai pengarah dan pembimbing, karena lebih
menuntut siswa untuk aktif dan berusaha sendiri mencari informasi, mengamati fakta dan
menemukan pengetahuan-pengetahuan baru di lapangan
Daftar
Referensi
Johnson, Elaine B. 2002. Contextual
Teachingand Learning: what it is and why it’s here to stay. California:
Corwin Press, Inc.
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07110127-siti-nurul-chasanah.ps
http://lib.uin-malang.ac.id/thesis/chapter_ii/07110127-siti-nurul-chasanah.ps
(Diakses pada
hari kamis tanggal 29 Nopember 2012).
Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP)dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: Rajawali Press
Nurhadi. 2002. Pendekatan
Kontekstual (Contextual Teaching and Learning(CTL). Jakarta: Ditjen
Dikdasmen,Depdiknas
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Press
Casino Site | Lucky Club Lucky Club
BalasHapusWelcome to Lucky Club Lucky Club. Lucky Club Lucky Club is a new and exciting place you luckyclub can join and win real money. We have an enormous selection of games and we